Jakarta, Mewujudkan dunia bebas tuberculosis (TBC) dinilai sulit, sehingga WHO baru berani menargetkannya pada tahun 2050. Salah satu kendalanya adalah tidak semua pasien TBC menimbulkan gejala, ada juga yang tampak sehat meski sudah terinfeksi.
Orang-orang yang terinfeksi TBC namun tidak menampakkan gejala disebut dengan istilah TBC laten. Pada kondisi tersebut, pasien tidak sakit namun sewaktu-waktu penyakitnya bisa muncul jika kondisi kurang sehat dan daya tahan tubuhnya menurun.
"Di dunia ada sekitar 2 miliar orang yang terinfeksi TBC, tetapi tidak terdeteksi karena tidak menampakkan gejala," ungkap Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, Prof Dr Tjandra Yoga Aditama usai pembukaan Kongres Nasional Tuberculosis di Hotel Merlynn Park Jakarta, Jumat (25/3/2011).
Meski belum bisa dikatakan sakit, penderita TBC laten menjadi salah satu hambatan dalam upaya pemberantasan TBC secara global. Justru karena tidak terdeteksi, jumlah penderitanya akan lebih 'awet' karena penyakitnya bisa muncul sewaktu-waktu.
Mengenai target dunia bebas TBC tahun 2050, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih optimistis bahwa Indonesia bisa mewujudkannya lebih cepat asal ada terobosan. Di antaranya dengan membentuk paguyuban untuk menyebarkan informasi tentang TBC, mengembangkan metode pendeteksian yang lebih akurat dan peningkatan gizi.
"Untuk TBC, Indonesia sudah mencapai beberapa target MDGs (Milenium Development Goals) yang sebenarnya ditargetkan pada 2015. Di antaranya kita sudah berhasil menekan angka kematian menjadi 39/10.000 penduduk, angka penemuan kasus 73,1 persen dan keberhasilan pengobatan 91 persen. Tinggal menekan prevalensi yang masih 244/100.000 penduduk," ungkap Menkes.
Menkes menambahkan, hambatan dalam memberantas TBC selain TBC laten adalah jenis penyakityang terus bertambah. Jenis TBC yang menjadi tantangan saat ini antara lain TBC pada pengidap HIV dan multiple drug resistant tuberculosis (MDR-TBC) yang membutuhkan durasi pengobatan lebih lama yakni 12-18 bulan.